Kerusakan ekosistem hutan telah memberikan dampak pada konservasi lahan maupun kelangkaan sumber air/mata air. Kecenderungan ini telah tampak dari indikator menurunnya kualitas lingkungan hidup karena tekanan penduduk maupun bencana alam, dan pemanfaatan berlebihan sumber daya alam yang melampaui daya dukung lingkungannya. Kasus pembalakan hutan secara liar, erosi dan longsor, rusaknya habitat biota, menurunnya biodiversitas, banjir dan kekeringan, berubahnya iklim, kebakaran hutan, masalah dampak sosial ekonomi akibat eksploitasi dan sebagainya, telah menjadikan masalah laten yang memerlukan pendekatan holistik dan bertahap guna menyelesaikan atau menangani masalah ini.
Gubernur Jawa Timur (Jatim) Soekarwo menilai kondisi mata air di daerah itu sudah cukup kritis, sehingga diperlukan upaya penyelamatan terhadap yang masih tersisa.
“Dari laporan yang saya dapat, seperti di sumber mata air Brantas, dari 117 mata air yang ada, kini tersisa 53 sumber. Bahkan, ketika musim kemarau datang, sumber air hanya tersisa tiga,” ujar Soekarwo ketika berada di Kabupaten Malang dalam rangkaian peringatan Hari Lingkungan Hidup, Senin (26/7/2010).
Kondisi semacam itu ternyata tidak hanya terjadi di kawasan sepanjang DAS Brantas karena faktanya hal yang sama juga terjadi di Bojonegoro yang merupakan kawasan DAS Solo sebagaimana disampaikan Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) setempat bahwa tahun ini tercatat ada 12.232 hektar lahan kritis. Diantaranya di Kecamatan Ngasem dengan luas hampir 1.992 hektar, Kedungadem tercatat 1.690 hektare, dan Kalitidu seluas 1.296 hektare. Sementara itu berdasar data dari Dinas Kehutanan Jawa Timur pada tahun 2007 saja lahan kritis di Jawa Timur sudah mencapai 800 hektar, 200 hektar berada di kawasan hutan sementara sisanya 600 hektar berada di luar kawasan hutan. Tentu kondisi ini sangat menghawatirkan.
Pemerintah dengan kekuasaannya telah mencoba menyelesaikan masalah ini, beragam program dibuat sebut saja misalnya Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN), program yang berpijak pada Peraturan Menteri Kehutanan No. P.33/menhutV/2005 ini sebenarnya telah melalui proses perencanaan yang begitu panjang dan melelahkan serta melibatkan berbagai pihak terutama dalam hal kajian dan penyiapan dokumen tapi toh itu semua belum berdampak signifikan untuk mengurangi luas lahan kritis di Negeri ini.
Diperlukan keterlibatan semua pihak untuk menyelamatkan lingkungan, mulai dari pemerintah pusat, daerah bahkan juga aparat desa dan yang paling penting dari semua itu adalah bagaimana membangun kesadaran masyarakat tentang pentingnya menyelamatkan dan menjaga lingkungan agar masyarakat juga memiliki kesadaran dan mau terlibat bersama.
Merujuk pesan syair lagu Iwan Fals : Andai esok kiamat tiba, Tanam pohon jangan ditunda, Terus tanam jangan berhenti....
Mulailah menanam pohon untuk selamatkan bumi...!!
Menanam Pohon ternyata bisa buat tabungan anak cucu lho...
BalasHapusseorang kawan baru-baru ini jadi jutawan karena panen pohon Jabon.
dengan beberapa pohon jabon berumur sekitar 10 th dia mendapatkan hasil kurang lebih 300 jt.
padahal tuh pohon cuma di biarin aja di lahan yang kurang prosuktif,
kalo kita menanam sekarang, yakin deh... anak kita bisa sekolah di singapore. he..he..
ups.. tapi jangan lupa kalo abis panen pohon jangan lupa menanaminya kembali.
untuk info pemesanan bibit jabon, bisa Hubungi LSM Prospek. Telp 0856.337.9997.